Senin, 24 Desember 2012

Cinta Sejati

Tentang cinta sejati yang sejatinya juga masih aku raba.
Itu betulan ada atau hanya konstruksi dari hasil pemikiran manusia saja?
Apakah romeo dan juliet memiliki cinta sesuci yang dibicarakan manusia dari abad ke abad?
Tidak adakah tadeng alih-alih dari keduanya?

Ya, beginilah nasib hidup di jaman twitter, instagram serta PATH yang berkuasa. Cinta sejati sepertinya dibenamkan oleh ribuan istilah yang mendekati sedikit tentang makna cinta sejati pun tidak. Apalah arti PHP yang kata orang Pemberi Harapan Palsu? kata mereka, itu adalah bagi mereka yang suka memberi harapan namun palsu alias tidak nyata. Apakah dalam cinta sejati ada istilah seperti itu? Sungguh jauh dari sederhana. Cinta sejati itu hakikatnya sederhanakan? Hnya tentang perjuangan dan keseriusan. Yakan?
Apapula istilah digantungin, friend zone, hingga friend with benefit yang kini berkembang. Sungguh seperti kutukan saja hidup dijaman saat cinta sejati menjelma menjadi istilah aneh yang mengejawantahkan perasaan sesaat.

Aku masih berpendapat bahwa rindu itu sakral adanya. Tapi lihat kini, rindu sudah seperti barang yang diperjual belikan, mudah sekali diumbar. Apalagi kata cinta. Ah, jangan tanyakan makna dibaliknya karna sepertinya saat ini yang dibutuhkan hanyalah status.

Juga bagi mereka yang mengatakan bahwa pacaran hanya sebatas berbuat zina. Darimana pula istilah yang anggapan itu lahir? Sedihnya aku mendengar itu. Memangnya pacaran selalu tentang itu? Dangkal sekali yang berfikir seperti itu.
Tapi apa daya. Ya itu pula konsekuensi dari jaman serba instan dan anak muda berfikiran terlalu cepat soal cinta. Sehingga pacaran selalu saja disandingkan dengan zinalah, pegang-peganganlah, atau apalah yang negatif. Padahal pacaran itu kan hakiktanya hanya istilah. Makna sebenarnya adalah tentang sekuritas hati. Tempat berbagi. Itu kenapa ada istilah "orang jaman dulu itu tidak mengenal kata pacaran" bisa jadi karena mereka menghargai hubungan antara 2 orang manusia tidak sedangkal sebatas status yang bisa dipamerkan. Bisa jadi karena orang dulu meyakini bahwa dengan mengencani satu wanita artinya itu perjuangan untuk selamanya. Sementara sekarang? ya.. jaman berubah.

Terimalah nasib hidup di jaman saat galau dan keresahan hati mudah sekali disebarluaskan.
Ah, dimana urat malunya saat semua kesedihan hati itu diumbar-umbar?
ada dua kemungkinan. Satu, itu karena mereka butuh simpati. Kedua, dia tidak segalau itu sebetulnya. Hanya ingin pencitraan.

NAH, ini dia pencitraan. Sejak kapan pula cinta sejati mengenal pencitraan. Sejak kapan cinta menjadi realistis?
Dari jaman Adam dan Hawa bersamapun cinta adalah benda yang jauh dari kata realistis. Lantas jika cinta itu serealistis itu, relevankah istilah "Semua mungkin atas nama cinta"
Tapi inilah jaman dimana cinta sama dengan materi. Cinta sama dengan fisik. Cinta sama dengan semua hal yang hanya ada pada batas pencitraan.

Hingga..
sedih sekali melihat begitu mudah orang berhenti berjuang untuk nama cinta. Mudah sekali berhenti. Bukankah cinta sejati itu tidak mengenal kata "happy ending", karena selama mereka bersama ya perjuangan itu akan selalu ada. Mengapa ada orang yang berhenti berjuang?
Semuanya berlari pada koriodir instan. Padahal yang instan ituah yang bisa merusak jalan cerita.

Seumur hidupku, Aku mencari makna cinta sejati. aku mencari konsep jodoh. Aku mencari.
Aku mengintip takut-takut isitilah jatuh cinta. Karena membayangkannya saja aku sudah merasa ngeri. Lihatlah betapa banyak saat ini yang mengatakan bahwa tidak ada lagi cinta sejati saat ini. Aku jelas tak ingin terjebak di kesemuan itu. Mengutip perkataan Soe Hoe Gie "Lebih baik aku sendiri 1000 tahun daripada aku harus bersama dengan orang yang tidak aku cintai"
Tapi, lagi-lagi tapi, aku seperti kandas dalam pemikiran bahwa cinta sejati itu masih ada. Apakah itu betulan ada? Seseorang yang memang ditakdirkan menjadi jodoh kita?

Aku tak ubahnya anak usia 3 tahun yang masih menganggap bahwa dunia ini indah. Padahal sejatinya tidak. Tapi ini lebih baik daripada tidak punya anggapan positif tentang hidup. Biarkan aku seperti itu. Menggenggam anggapan bahwa cinta sejati itu memang ada.




Sedikit yang aku tahu.
Sedikit yang aku percaya bahwa cinta sejati itu muncul dari perjuangan! Ya dari perjuangan! Bukan memaksakan tapi memperjuangkan. Sisanya biar Tuhan yang berkerja dengan tanda-tandanya. Manusia hanya mampu berkuasa sampai pada memperjuangakan dan memasrahkan padaNya bukan?
Aku putuskan untuk menjadi orang kolot, yang menjauhkan diri dari berbagai istilah kekinian tentang cinta.
Karena cinta sejati akan menemukan jalannya bagi mereka yang percaya dan bagi mereka yang berjuang.
Ya, tentu saja! :)

Kamis, 20 Desember 2012

Tepat itu tetap.

Pada kesempatan yang bersembunyi, saya ingin mengingatkannya.
Pada rasa yang masih meraba, saya ingin menegaskannya.
Pada keinginan yang masih mencari, saya ingin menyampaikannya.

Bahwa..

Jauhkanlah pada yang semestinya.
Dekatkan pada yang seharusnya.
Dan yakinkan.

Ada sabar tak terhingga disini untuk menanti yang tepat.
Pastikan itu tepat karena kalau tidak maka akan ada jera.
Tak perlu terburu, karena itu bisa menjadi sesal.
Pada waktu, semoga ia menyiapkan saat yang tepat untuk mempertemukan.
Untuk yang tepat maka menunggu adalah permainan yang harus dimenangkan..

Tenangkan hati.
Luaskan sabarnya.
Beri waktu yang sempurna.
Simpan dengan baik untuk yang tepat.
Dan pertemukan pada satu kesempatan yang manis.
Pada satu kebetulan yang dirancang olehNya.

Jadi tenang-tenanglah dulu hati,
tak usah banyak mengebu.
Santai-santai sajalah dulu akal,
Tak usah banyak memburu.
Yang tepat itu tetap, akan stagnan dan tidak akan berlari.
Dia yang tepat, diam pada waktu dan kesempatan yang tepat.
Yakini itu.
:)


Senin, 03 Desember 2012

Kebetulan

Efek rumah kaca malam ini menyendukan pikiran dan hatinya dengan lumat.
Liriknya mengatakan bahwa jatuh cinta itu biasa saja.
Dia bertanya, apa memang seharusnya jatuh pada cinta itu sesuatu yang biasa saja?

Dia menatapnya. Tapi hanya punggung.
Awas dia mengawasi dan mengintip hidupnya. Tidak banyak, tapi dia tahu apa yang dia suka dan dia tengah geluti.
Dia menatapnya. Tapi hanya punggung.
Sebuah kolom pencarian nama di berbagai jejaring sosial sudah berteriak bosan padanya karena lagi dan lagi harus menerima nama yang sama. Hobi sekali dia mengintipnya.

Dia menatapnya. Tapi hanya punggung.
Hingga hatinya kadang bergoyang-goyang genit. Hingga hatinya mengalami demam.

Dia yang bodoh akan kode. Dia yang merasa bahwa semua hal di dunia adalah kode yang harus dipecahkan. Layaknya cerita horor, dia percaya dari setiap yang terjadi dalam kehidupan ini adalah misteri yang harus dipecahkan.
Tapi dia adalah si bodoh yang tak pernah mahir menebak kode.

Dia melihatnya.
Dengan sengaja menyempatkan waktu untuk melihatnya memakai toga wisuda. Kesengajaannya adalah untuk mengentaskan rasa ingin tahu yang mengebu. Baginya cukup.

Dan Tuhan sempat membalasnya untuk kedua kalinya.
Tepat saat dia tak memikirkan apa-apa lagi tentangnya, tepat saat dia berhenti mengintip hidupnya, tepat saat dia tak lagi ingin tahu tentangnya, tepat saat itulah Tuhan memainkan kuasaNya untuk membuat kode. Dibuatlah seperti kebetulan. Kebetulan yang kebetulan.
Mungkin karena Tuhan tahu bahwa dia bodoh akan kode, jadi semuanya terlihat kebetulan.
Ya, Tuhan mempertemukan lagi dia dengannya. Dengan jarak hanya empat langkah. Tanpa dia mampu berbuat apa-apa. Hanya mampu menatap.
"Tuhan memang cerdik" katanya dalam hati.

Kini dia lunglai,
Jika bisa dia berdoa, dia ingin menyudahi kelunglaian hati dan pikirannya yang aneh ini.
Kata hatinya jelas berkata "bahkan mengenalnya pun kamu tidak"
Kata logikanya jelas berkata "Layakpun belum tentu. Pantaspun kamu tak yakin"

Dia menatapnya. Tapi hanya punggung.

Padahal, saat dia sibuk menatapnya, seorang lain sibuk menatap dirinya. Tapi hanya menatap punggungnya, sama seperti yang dia lakukan padanya.

Jadilah, saling tatap menatap punggung ini dimulai. Dia yang menatap dia sedang ditatap pula oleh dia.
Andai saja dari mereka ada yang mau berbalik arah.
Andai dari mereka ada yang ikhlas memalingkan tatapan.
Mungkin mata akan bertemu mata, bukan lagi punggung.
Mungkin akan sepasang mata yang bertemu.
Andai saja.
tapi..

Yang terjadi adalah mereka menunggu agar para punggung itu mau berbalik badan dan menunjukan wajahnya.
Mereka menunggu. Mereka berharap. Klaim mereka adalah menuggu merupakan satu-satunya usaha. Padahal jika mereka merasa jatuh dalam cinta maka mereka harus berkenalan pada kepastian dan kenyataan.
Dan jadilah, mereka saling tatap menatap punggung. Untuk waktu yang...

Yang itulah masalahnya. Mau sampai kapan tatap menatap punggung ini selesai?



"selalu ada yang bernyanyi dan berelegi di balik awan hitam.
semoga ada, yang menerangi sisi gelap ini, 
menanti seperti pelangi menunggu hujan reda" Efek Rumah Kaca
© RIWAYAT
Maira Gall