Senin, 14 Oktober 2013



Kadang memang begitu,
Menjadi aman selalu dijadikan jawaban.
Takut melihat peluang karena pasti akan banyak kerikil menghadang.
Menatap takut-takut pada batasan,
enggan untuk menapak terjang.
Hingga akhirnya hanya bisa mengikuti,
dan selamanya menjadi penonton sejati.
Padahal, jika jeli..
menjadi berbeda sesekali tak akan menjadi rugi.
Justru malah membuat diri semakin terlatih.

Hingga nanti,
seluruh dunia akan mengakui,
bahwa kaulah sang ahli.

Selagi muda, selagi bisa,
Jadilah berbeda!





For more curiousity, visit my art portfolio on www.menjualdiri.tumblr.com
Thanks :)
Happy kepo!

Jadi bagaimana?

Lantas bagaimana lagi harus menjalani hidup setelah dipukul bertubi-tubi oleh realita?
Lantas formula seperti apa lagi yang harus digunakan agar paham bahwa cahaya sedang menunggu di ujung jalan sana?
Lantas apa lagi yang bisa diselamatkan saat kemudian yang berguguran bukan lagi ego tapi mimpi?
Lantas ketika satu per satu yang senjata mulai rontok, bagaimana caranya untuk berperang?
Lantas jika semua menjadi begitu berhamburan di tanah, bagaimana memungutinya sekali lagi?
Dan ketika berantakan menjadi semakin menjadi dan lantas bagaimana membenahi?

Lantas bagaimana ini?

Bagaimana ini?
Semuanya seperti berputar-putar tanpa akhir.

Bagaimana ini?
Semuanya mulai bertanya tanpa henti.

Bagaimana ini?
Semuanya tampak tak mengerti.

Bagaimana ini?
Semuanya ingin hasil yang pasti.

Saat rasanya hanya ada kabur, sepertinya hanya ingin menarik selimut dalam-dalam dan lantas tenggelam saja didalamnya.
Saat rasanya bingung sudah mencapai puncaknya, rasanya hanya ingin menyalakan air hangat, membuat gelembung dan berdiam diri semalaman.
Saat rasanya gamang menjadi tuan rumah, rasanya ingin sekali duduk di pinggir pantai dan membiarkan diri dilarung.


Jadi harus bagaimana ini?
Bagaimana selanjutnya.
Seperti apa lagi?
Bagaimana lagi?

Dimana kompas harus dibeli?

Jumat, 11 Oktober 2013

Menua

Bagaimana kalau saat tua menghadang, kita menghilang saja?

Kita bersembunyi pada kabut, menghirup dalam-dalam sejuk, dan mendengkur pada lereng gunung.
Kita akan biarkan dingin tetap syahdu agar peluk terasa semakin perlu. Biar saja begitu hingga hati berkabung.

Lalu kita akan menatap pucuk daun yang basah karena embun, lalu segelas teh akan tiba saat matahari muncul dengan anggun. Menemanimu dan aku yang sibuk duduk melamun.

Kita biarkan saja masa muda tertinggal jauh pada deru kota dan bersiap berjalan pada waktu. Sehingga nanti, saat waktu semakin menarik semua indah rupamu dan rupaku, diam-diam semakin mendekati detakmu dan detakku, kita hanya tinggal merayakan.

Bahkan ketika waktu akhinya benar-benar tiba, maka kita akan saling mengantar.

Bagaimana kalau kita bungkus setiap malam untuk sibuk menghitung semua cintamu, sesuatu yang jarang kita lakukan dulu. Lantas kita akan menertawai nyali ciut mudamu itu. Boleh juga dengan mengingat betapa konyolnya aku saat tersedu. Dan kemudian tertidur dengan rasa haru.

Jadi,
Bagaimana?

Siapakah kita menua bersama?




© RIWAYAT
Maira Gall