Kamis, 03 April 2014

Bahagia

Walau tidak sempurna, tapi saya tahu ini adalah bahagia.

Walau tidak sempurna? Ya. Tidak sempurna.
Bagaimana mungkin makan duren berpuluh-puluh, bisa disebut bahagia bagi orang yang benci duren?
Atau bagaimana bisa tertawa terbahak-bahak di kala senja, dikatakan bahagia saat ada yang tengah serius rapat untuk proyek penting, bernilai milyaran?
Bagaimana bisa berbuka puasa sambil memanjatkan doa, dikatakan bahagia bagi mereka yang tanpa memanjatkan doa saja seluruh harta dapat terbeli?

Tapi nyatanya saya bahagia dengan lepas. Karena bahagia memang tidak butuh yang sempurna. Maka saya beryukur mengenal yang sederhana sebagai cara berbahagia.

Sore ini, saya masih bisa berbuka puasa dengan es teh yang dijual diangkringan depan kantor. Harganya murah hanya 1.500. Cukup melegakan tenggorakan, manis, dan pakde penjualnya adalah orang yang ramah.
Kemudian 3 potong klapertart sudah terkunyah sempurna sebagai pengganjal perut. Setelah itu ada pesta duren dadakan di depan kantor sambil tertawa terbahak-bahak dengan orang-orang baik. Sebelum itu masih diberi kesempatan untuk pusing memikirkan konsep ulang tahun kantor. Dan setelah ini akan menonton film di bioskop.
 

Walau tidak sempurna, tapi saya bahagia.

Terimakasih ya Allah.
Terimakasih.

Rabu, 02 April 2014

Aku mengerti

"Sementara, lupakanlah rindu, sadarlah hatiku, hanya ada kau dan aku.." -float-

Karena aku ingat saat hatiku mampu melayang-layang di angkasa. Beberapa kali meledak karena kamu menyapa. Dan merah menyala karena dirayu.
Walau kini layu.
Tak apa.
Sekali lagi, biarkan saja aku merasa rindu dengan derasnya. Bahwa rindu adalah satu-satunya saksi. Walau menjadi tidak adil karena justru malah rindu yang akhirnya menjadi prasasti. Harusnya rindu bukan untuk dikenang. Tapi sayangnya aku tidak memiliki apapun lagi selain rindu untuk mengenang.

Sisanya kini hanya rindu. Hanya rindu.

Tidak lagi menjadi lebih, 
Dan tak akan menjadi kurang.

Kamu tidak akan kembali.
Aku mengerti.

Canggung

Dalam sebuah jembatan.
Membentang dengan aku dan kamu yang berada di sisi-sisinya.
Aku jauh-jauh datang membawa janji.
Tapi jembatan itu tidak menolongku untuk menjumpaimu.
Biarlah...

Maka aku pulang, kucoba esok hari.


Dalam sebuah jembatan.
Besar berdiri diantara aku dan kamu.
Kali ini kusiapkan nyali juga tekad.
Tapi tetap saja jembatan itu satu-satunya penghalangku menujumu.
Biarlah..

Maka aku kembali pulang, dan akan kucoba lagi esok hari.


Dalam sebuah jembatan.
Satu-satunya yang menjadi penghubung antara aku dan kamu.
Hari ini aku membawa rindu, sedang ranum dan kupersiapkan sebagai seserahan.
Namun tetap saja aku gagal menemuimu karena jembatan itu.
Maka biarlah..
Sudah..

Dalam sebuah jembatan bernama canggung yang ingin sekali kutaklukan itu, aku sudah menyerah.

Karena bagaimana bisa aku melewati jembatan yang telah dibangun oleh..
Oleh kamu.




***

"Apa kita akan jadi 2 orang yang saling canggung?"
"Tidak akan"


Sayang, kamu bohong.
© RIWAYAT
Maira Gall