Sabtu, 23 Mei 2015

Yakin?

Hari ini masih dalam rangka absennya saya dalam menulis kisah perjalanan. Ugh mengingkari janji ternyata engga enak juga ya. Tuh kan benar, saya payah dalam urusan berjanji. Kzl!

Oke anyway, hari ini saya punya tugas yang lebih mulia karena saya harus menemani seorang teman yang datang ke Jogja. Konon kabarnya, dia sedang patah hati yang mendalam karena hubungannya kandas. Dengar-dengar alasannya adalah karena mereka tidak yakin atas hubungan mereka sendiri. Saat ini ia sedang dalam proses menenangkan diri. Bukan hal yang spekatakuler sih, tapi menemani orang yang sedang dalam proses penyembuhan itu memang selalu menjadi hiburan.

Selalu saya bilang pada mereka yang tengah mendayu-dayu pikirannya, bahwa patah hati itu ibarat imunisasi pada bayi. Walau sakit tapi manfaatnya jelas, yaitu membuat daya tahan tubuh menjadi kuat. Sewaktu saya bilang ini, seorang teman saya menjawab, "Harus dong kita patah hati? Harus banget?"

Hmmm...
Iya ya? Apakah patah hati itu suatu keharusan? Apakah itu satu-satunya cara membuat kita kuat?

Saya pernah patah hati dan pernah membuat orang patah hati. Ajaibnya, ketika saya patah hati saya selalu mempertanyakan 'kenapa', namun jika saya membuat orang lain patah hati, saya akan diam saja. Hmm.. kenapa ya?

Saya jadi ingat tentang seorang lelaki yang pernah mendekati saya. Dalam usahanya mendekati saya dia pernah bertanya, "Peh, kamu tuh nyari cowo kayak gimana sih?" Ini pertanyaan jebakan. Karena apapun jawaban yang akan saya jawab pasti dia akan menjawab dengan jawaban tentang dirinya sendiri. Maka saya putuskan untuk bertemu langsung dan menjawab pertanyaannya.


Singkat cerita, dia patah hati karna saya tidak bisa menerima cintanya. Seorang teman saya, yang juga temannya bertanya
"Kenapa sih Peh? Dia kurang apa coba?"
Saya jawab "Gimana bisa aku ngejalin hubungan sama orang, yang bahkan engga yakin kalau aku bisa yakin sama dia?"
"engga ngerti!"
"gini loh... dia bahkan engga yakin, kalau aku bisa yakin sama dia. Dia coba yakinin aku, kalau dia itu lelaki yang baik"
"kamu ga suka diyakinin"
"Aku yang harus ngeyakinin diri aku sendiri, bukan dia"

Cinta itu seharusnya bukan tentang meyakinkan orang lain. Tapi meyakinkan diri sendiri. Banyak pasangan yang kandas ataupun hati yang patah karena alasan yakin-meyakinkan ini. Bagaimana caranya kita bisa meyakinkan orang lain, saat kitapun merasa tidak yakin? Bukankah jadinya kita melakukan dua hal yang berbeda dalam waktu yang sama?. Belum selesai kita meyakinkan diri sendiri, kita sudah berusaha meyakinkan orang lain. Hubungan macam apa yang sekiranya akan terjadi dari proses seperti ini?

Itulah kenapa Sheila On 7 bernyanyi "Seberapa pantaskah kau untuk ku tunggu? Cukup tangguhkan dirimu untuk selalu ku andalkan? Sanggupkah kau menyakinkan disaat aku bimbang?"
Coba perhatikan liriknya. Lagu itu sebenarnya monolog, tentang seberapa pantasnya 'aku untuk menunggunya', bukan sebaliknya.

Patah hati itu lumrah. Alasan-alasannya yang kadang konyol.

Jadi apakah kita sedang patah hati? atau hanya sekedar gagal meyakinkan diri sendiri?




#31harimenulis
#bonus


Pada sebuah malam dengan mata yang belekan.

Tidak ada komentar

© RIWAYAT
Maira Gall