Kamis, 07 September 2017

Seberapa pantas

"Mampukah kau bertahan dengan hidupku yang malang?
Sanggupkah kau meyakinkan di saat aku bimbang?"


Dalam sebuah perjalan menuju Wakatobi di pertengahan tahun ini, tidak ada yang benar-benar saya bayangkan selain pantai, pemandangan bawah laut, dan karya tulis yang harus saya dan teman saya selesaikan. Perjalanan dimulai dengan sederhana melewati Kendari dan menyebrang selama 12 jam menuju Wanci. Karena perjalanan menuju entah berantah telah menjadi makanan saya selama 3 tahun terakhir, maka bagi saya Wakatobi akan menjadi salah satu diantara pengalaman dan cerita itu. Ekspektasi saya sungguh tidak berlebihan, asalkan saya bisa kembali pulang tanpa drama, bagi saya itu cukup.

Pagi pertama terbangun di Wakatobi, saya merasa lelah jiwa dan raga. Ingin rasanya kembali pulang ke Jogja dengan penerbangan pertama agar malam hari nanti saya bisa tidur di kamar. Tapi mengingat saya berada di salah satu pulau dengan pemandangan alam bawah laut yang cantik di Indonesia, saya mencoba bertahan. 

Dan perjalanan di Wakatobi pun dimulai. Bermula dari menelusuri pulau, pergi ke pulau kecil lainnya, berkemah, kejar-kejaran dengan tenggat waktu karya tulis yang harus kami selesaikan, dan diakhiri dengan karoke di salah satu kafe lokal di Wakatobi. Hingga Wakatobi berakhir dengan sangat menyenangakan. Bahkan Wakatobi adalah salah satu perjalan yang saya masukan dalam katagori 'Harus Diingat Selamanya'. Mulai dari teman-teman baru yang super menyenangkan, makanan yang enak, pemandangan yang cantik, hingga cerita-cerita romansa yang terbongkar, Wakatobi mengambil hati saya sepenuhnya.

Di hari terakhir, saya terbangun dengan perasaan sedih luar biasa. Ingin rasanya kembali ke hari pertama di Wakatobi. Betapa saya merutuk diri sendiri karena sempat merasa tidak kerasan berada di sana.

Maka, sebelum menyebrang kapal dan kembali ke Kendari, saya menuliskan sebuah kalimat di Twitter yang merangkum makna perjalanan saya selama ini.



Maka begitulah saya memaknai perjalanan. Perjalanan, dalam makna apapun, mulai dari liburan, pekerjaan, hingga pernikahan sekalipun adalah sebuah petualangan, adalah sebuah kisah. Perjalanan tidak bisa dimaknai sekedar beranjak dari titik A menuju titik B, sekedar lompat dari awal mula menuju titik akhir. Perjalanan adalah apa yang berada di tengah-tengah itu, semua hal di rentang itu lah yang dinamakan perjalanan. Hingga, tentu saja, perjalanan bisa menjadi sangat menyebalkan atau sangat menyenangkan, apapun itu yang akan terjadi, itu tetap saja sebuah perjalanan. Maka satu-satunya pilihan yang tersedia adalah menikmati setiap detiknya.

Hingga tidak ada yang harus dilakukan untuk memulai sebuah perjalanan selain sebuah niat dan rekan perjalanan yang tepat. Selebihnya akan menjadi selebihnya, dan biarkan saja menjadi selebihnya. Perjalanan, hakikatnya adalah cerita, jadi selama kita punya dua hal itu, hal-hal apapun yang akan terjadi selama perjalanan, akan selalu menjadi cerita dan pelajaran.

Maka untuk semua perjalanan itu, tidakah ini semua dimulai saja? Dan biarkan selebihnya menjadi selebihnya melebur bersama waktu dan langkah demi langkah. Tidakah sedikit saja gagasan ini bisa dipertimbangkan?


"Celakanya... "

(Seberapa Pantas - Sheila on 7)
© RIWAYAT
Maira Gall